Arsip

Belajar Kebijaksanaan

Seorang darwis ingin belajar tentang kebijaksanaan hidup dari Nasrudin. Nasrudin bersedia, dengan catatan bahwa kebijaksanaan hanya bisa dipelajari dengan praktek. Darwis itu pun bersedia menemani Nasrudin dan melihat perilakunya.


Malam itu Nasrudin menggosok kayu membuat api. Api kecil itu ditiup-tiupnya. "Mengapa api itu kau tiup?" tanya sang darwis. "Agar lebih panas dan lebih besar apinya," jawab Nasrudin.


Setelah api besar, Nasrudin memasak sop. Sop menjadi panas. Nasrudin menuangkannya ke dalam dua mangkok. Ia mengambil mangkoknya, kemudian meniup-niup sonya.


"Mengapa sop itu kau tiup?" tanya sang darwis. "Agar lebih dingin dan enak dimakan," jawab Nasrudin.


"Ah, aku rasa aku tidak jadi belajar darimu," ketus si darwis, "Engkau tidak bisa konsisten dengan pengetahuanmu."


Ah, konsistensi.

Bersembunyi


Suatu malam seorang pencuri memasuki rumah Nasrudin. Kabetulan Nasrudin sedang melihatnya. Karena ia sedang sendirian aja, Nasrudin cepat-cepat bersembunyi di dalam peti. Sementara itu pencuri memulai aksi menggerayangi rumah. Sekian lama kemudian, pencuri belum menemukan sesuatu yang berharga. Akhirnya ia membuka peti besar, dan memergoki Nasrudin yang bersembunyi.


"Aha!" kata si pencuri, "Apa yang sedang kau lakukan di sini, ha?"


"Aku malu, karena aku tidak memiliki apa-apa yang bisa kau ambil. Itulah sebabnya aku bersembunyi di sini."

Cara Membaca Buku


Seorang yang filosof dogmatis sedang meyampaikan ceramah. Nasrudin mengamati bahwa jalan pikiran sang filosof terkotak-kotak, dan sering menggunakan aspek intelektual yang tidak realistis. Setiap masalah didiskusikan dengan menyitir buku-buku dan kisah-kisah klasik, dianalogikan dengan cara yang tidak semestinya.


Akhirnya, sang penceramah mengacungkan buku hasil karyanya sendiri. Nasrudin segera mengacungkan tangan untuk menerimanya pertama kali. Sambil memegangnya dengan serius, Nasrudin membuka halaman demi halaman, berdiam diri. Lama sekali. Sang penceramah mulai kesal.


"Engkau bahkan membaca bukuku terbalik!"


"Aku tahu," jawab Nasrudin acuh, "Tapi karena cuma ini satu-satunya hasil karyamu, rasanya, ya, memang begini caranya mempelajari jalan pikiranmu."